Jumat, 01 Maret 2013

Budidaya Kembang Kol


I. UMUM 

1.1. Sejarah Singkat 

Kol bunga putih merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae (jenis kol dengan bunga putih kecil) berupa tumbuhan berbatang lunak. Masyarakat di Indonesia menyebut kubis bunga sebagai kol kembang atau blumkol (berasal dari bahasa Belanda Bloemkool). Tanaman ini berasal dari Eropa subtropis di daerah Mediterania. Kubis bunga yang berwarna putih dengan massa bunga yang kompak seperti yang ditemukaan saat ini dikembangkan tahun 1866 oleh Mc.Mohan ahli benih dari Amerika. Diduga kubis bunga masuk ke Indonesia dari India pada abad ke XIX. 

1.2. Sentra Penanaman 

Walaupun tanaman ini adalah tanaman dataran tinggi triopka dan wilayah dengan lintang lebih tinggi, beberapa kultivar dapat membentuk bunga di dataran rendah sekitar khatulisiwa. 

Daerah dataran tinggi (pegunungan) adalah pusat budidaya kubis bunga. Pusat Produksi tanaman ini terletak di Jawa Barat yaitu di Lembang, Cisarua, Cibodas. Tetapi saat ini kubis bunga mulai ditanam di sentra-sentra sayuran lainnya seperti Bukit Tinggi (Sumatera Barat), Pangalengan, Maja dan Garut (Jawa Barat), Kopeng (Jawa Tengah) dan Bedugul (Bali). 

1.3. Jenis Tanaman 

Klasifikasi botani tanaman kubis bunga adalah sebagai berikut: 

a) Divisi : Spermatophyta 

b) Sub divisi : Angiospermae 

c) Kelas : Dicotyledonae 

d) Keluarga : Cruciferae 

e) Genus : Brassica 

f) Spesies : Brassica oleracea var. botrytis L. 

g) Sub var : cauliflora DC 

Brassica oleracea varitas botrytis terdiri atas 2 subvaritas yaitu cauliflora DC. yang kita kenal sebagai kubis bunga putih dan cymosa Lamn. yang berbunga hijau dan terkenal sebagai brokoli. Penentuan kultivar berdasarkan ukuran, kemampatan dan warna massa bunga. 

Kultivar lokal adalah kultivar Cirateun yang banyak ditanam di Lembang, sedangkan kultivar introduksi adalah kultivar Farmers Early No 2 (umur panen 63 hari) dan Fengshan Extra Early (umur panen 59 hari) asal Taiwan untuk dataran rendah sampai medium, Snown Crown asal Jepang untuk dataran menengah dan dataran tinggi serta Tropical Early asal jepang untuk dataran rendah. 

1.4. Manfaat Tanaman 

Walaupun biasanya hanya bagian massa bunga yang dimanfaatkan sebagai sayuran yang mengandung mineral cukup lengkap, daun tanaman ini bisa dimakan dan rasanya manis tanpa ada rasa pahit. 

II. SYARAT PERTUMBUHAN 

2.1. Iklim 

1. Kubis bunga merupakan tanaman sayuran yang berasal dari daerah sub tropis. Di tempat itu kisaran temperatur untuk pertumbuhan kubis bunga yaitu minimum 15.5-18 derajat C dan maksimum 24 derajat C 

2. Kelembaban optimum bagi tanaman blumkol antara 80-90%. 

3. Dengan diciptakannya kultivar baru yang lebih tahan terhadap temperatur tinggi, budidaya tanamankubis bunga juga dapat dilakukan di dataran rendah (0-200 m dpl) dan menengah (200-700 m dpl). Di dataran rendah, temperatur malam yang terlalu rendah menyebabkan terjadinya sedikit penundaan dalam pembentukan bunga dan umur panen yang lebih panjang. 

2.2. Media Tanam 

1. Tanah lempung berpasir lebih baik untuk budidaya kubis bunga daripada tanah berliat. Tetapi tanaman ini toleran pada tanah berpasir atau liat berpasir. 

2. Kemasaman tanah yang baik antara 5,5-6,5 dengan pengairan dan drainase yang memadai. 

3. Tanah harus subur, gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanah tidak boleh kekurangan magnesium (Mg), molibdenum (Mo) dan Boron (Bo) kacuali jika ketiga unsur hara mikro tersebut ditambahkan dari pupuk. 

2.3. Ketinggian Tempat 

Di Indonesia, sebenarnya kubis bunga hanya cocok dibudidayakan di daerah pegunungan berudara sejuk sampai dingin pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl. 

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan 

3.1.1. Persyaratan Benih 

Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: 

a) Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat. 

b) Benih harus bebas hama dan penyakit. 

c) Benih harus murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta bersih dari kotoran. 

d) Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat. 

e) Mempunyai daya kecambah 80% sehingga untuk satu hektar kebun diperlukan 100-250 gram tergantung pada ukuran benih 

f) Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air. 

3.1.2. Penyiapan Benih 

Penyiapan benih dimaksudkan untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Cara-cara penyiapan adalah sebagai berikut: 

1. Sterilisasi benih, dengan merendam benih dalam larutan fungisida dengan dosis yang dianjurkan atau dengan merendam benih dalam air panas 55 derajat C selama 15-30 menit. 

2. Penyeleksian benih, dengan merendam biji dalam air, dimana benih yang baik akan tenggelam. 

3. Rendam benih selama ± 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih cepat berkecambah. 

Benih harus disemai dan dibumbun sebelum dipindahtanam ke lapangan. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau langsung di bumbung (koker). Bumbung dapat dibuat dari daun pisang, kertas makanan berplastik atau polybag kecil. 

3.1.3. Teknik Penyemaian Benih 

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi persemaian antara lain: (1) tanah tidak mengandung hama dan penyakit atau faktor-faktor lain yang merugikan; (2) lokasi mendapat penyinaran cahaya matahari cukup; dan (3) dekat dengan sumber air bersih. 

Penyemaian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 

1. Penyemaian di bedengan 

Sebelum bedengan dibuat, lahan diolah sedalam 30 cm lalu dibuat bedengan selebar 110-120 cm memanjang dari arah utara ke selatan. Tambahkan ayakan pupuk kandang halus dan campurkan dengan tanah dengan perbandingan 1:2 atau 1:1. Bedengan dinaungi dengan naungan plastik, jerami atau daun-daunan setinggi 1,25-1,50 m di sisi timur dan 0,8-1,0 m di sisi Barat. Penyemaian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu disebar merata di atas bedengan atau disebar di dalam barisan sedalam 0,2-1,0 cm. Cara pertama memerlukan benih yang lebih sedikit daripada cara kedua. Sekitar 2 minggu setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam bumbung. Bumbung dapat dibuat dari daun pisang atau kertas berplastik dengan ukuran diameter 4-5 cm dan tinggi 5 cm atau berupa polibag 7x10 cm yang memiliki dua lubang kecil di kedua sisi bagian bawahnya. Bumbung diisi media campuran ayakan pupuk kandang matang dan tanah halus dengan perbandingan 1:2 atau 1:1. Keuntungannya adalah hemat waktu, permukaan petak semaian sempit dan jumlah benih persatuan luas banyak. Sedangkan kelemahannya adalah penggunaan benih banyak, penyiangan gulma sukar, memerlukan tenaga kerja terampil terutama saat pemindahan bibit ke lahan. 


2. Penyemaian di bumbung (koker atau polybag) 

Dengan cara ini, satu per satu benih dimasukkan ke dalam bumbung yang dibuat dengan cara seperti di atas. Bumbung dapat terbuat dari daun pisang atau daun kelapa dengan ukuran diameter dan tinggi 5 cm atau dengan polybag kecil yang berukuran 7-8 cm x 10 cm. Media penyemaian adalah campuran tanah halus dengan pupuk kandang (2:1) sebanyak 90%. Sebaiknya media semai disterilkan dahulu dengan mengkukus media semai pada suhu udara 55-100 derajat C selama 30-60 menit atau dengan menyiramkan larutan formalin 4%, ditutup lembar plastik (24 jam), lalu diangin-anginkan. Cara lain dengan mencampurkan media semai dengan zat fumigan Basamid-G (40-60 gram/m2) sedalam 10-15 cm, disiram air sampai basah dan ditutup dengan lembaran plastik (5 hari), lalu plastik dibuka, dan lahan diangin-anginkan (10-15 hari). 

3. Kombinasi cara a) dan b). 

Pertama benih disebar di petak persemain, setelah berumur 4-5 hari (berdaun 3-4 helai), dipindahkan ke dalam bumbung. 

4. Penanaman langsung. 

Yaitu dengan menanam benih langsung ke lahan. Kelebihannya adalah waktu, biaya dan tenaga lebih hemat, tetapi kelemahannya adalah perawatan yang lebih intensif. 

Lahan persemaian dapat diganti dengan kotak persemaian dan dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) buat medium terdiri dari tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1); (2) buat kotak persemaian kayu (50-60 cm x 30-40 cm x 15-20 cm) dan lubangi dasar kotak untuk drainase;(3) masukkan medium kedalam kotak dengan tebalan 10-15 cm. 

3.1.4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian 

1. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung cuaca. 

2. Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul 10.00 dan sore mulai pukul 15.00. Diluar waktu diatas, cahaya matahari terlalu panas dan kurang menguntungkan bagi bibit. 

3. Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap mengganggu pertumbuhan bibit, dilakukan dengan mencabuti rumput-rumput/gulma lainnya yang tumbuh disela-sela tanaman pokok. 

4. Dilakukan pemupukan larutan urea dengan konsentrasi 0,5 gram/liter dan penyemprotan pestisida 1/2 dosis jika diperlukan. 

5. Hama yang menyerang biji yang belum tumbuh dan tanaman muda adalah semut, siput, bekicot, ulat tritip, ulat pucuk, molusca dan cendawan. Sedangkan, penyakit adalah penyakit layu. Pencegahan dan pemberantasan digunakan Insektisida dan fungisida seperti Furadan 3 G, Antrocol, Dithane, Hostathion dan lain-lain. 

 3.1.5. Pemindahan Bibit 

Bibit dipindahtanam ke lapangan setelah memiliki 3-4 helai daun atau kira-kira berumur 1 bulan. 


3.2. Pengolahan Media Tanam 

3.2.1. Pembentukan Bedengan 

Lahan dibersihkan dari tanaman liar dan sisa-sisa akar, dicangkul sedalam 40-50 cm, lalu dibuat bedengan selebar 80-100 cm, tinggi 35 cm dengan jarak antar bedengan 40 cm. Pada lahan miring perlu dibuat parit di antara bedengan tetapi jika lahan datar, parit ini tidak perlu dibuat. 

3.2.2. Pengapuran 

Pengapuran hanya dilakukan jika pH tanah lebih rendah dari 5,5 dengan dosis kapur yang sesuai dengan nilai pH tanah tetapi umumnya berkisar antara 1-2 ton/ha dalam bentuk kalsit atau dolomit. Kapur dicampurkan merata dengan tanah pada saat pembuatan bedengan. 

3.2.3. Pemupukan 

Pada saat pembuatan bedengan berlangsung, campurkan 12,5-17,5 ton/ha pupuk kandang matang ditambahkan dengan asumsi populasi tanaman per hektar antara 25.000-35.000. Selain itu juga diberikan pupuk dasar berupa ZA, urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 250 kg disebar merata dan dicampur dengan tanah di bedengan. Setelah itu lubang tanam dibuat dengan menggunakan cangkul. 

3.3. Teknik Penanaman 

3.3.1. Penentuan Pola Tanaman 

Jarak tanam kubis bunga adalah 50 x 50 cm untuk kultivar yang tajuknya melebar dan 45 x 65 cm untuk kultivar tegak. Waktu tanam terbaik di pagi hari antara jam 06.00-09.00 atau sore hari antara jam 03.00-05.00. 

3.3.2. Cara Penanaman 

Bibit di dalam bumbung daun pisang ditanam langsung tanpa membuang bumbungnya. Jika digunakan bumbung kertas berplastik atau polibag, bibit dikeluarkan dengan cara membalikkan bumbung dan mengeluarkan bibit dengan hati-hati tanpa merusak akar. Satu bibit di tanam di dalam lubang tanam dan segera disiram sampai tanah menjadi basah benar. 

3.4. Pemeliharaan 

3.4.1. Penyulaman 

Jika ada tanaman yang rusak atau mati, penyulaman dapat dilakukan sampai sebelum tanaman berumur kira-kira 2 minggu. 

3.4.2. Penyiangan 

Penyiangan yang bersamaan dengan penggemburan dilakukan bersama-sama dengan pemupukan susulan yaitu pada 7-10 hari setelah tanam (hst), 20 hst dan 30-35 hst. Penyiangan dan penggemburan harus dilaksanakan dengan hati-hati dan jangan terlalu dalam agar tidak merusak akar kubis bunga yang dangkal. Pada akhir pertumbuhan vegetatif (memasuki masa berbunga) penyiangan dihentikan. 

3.4.3. Perempalan 

Perempelan tunas cabang dilakukan seawal mungkin supaya ukuran dan kualitas massa bunga yang terbentuk optimal. Segera setelah terbentuk massa bunga, daun-daun tua diikat sedemikian rupa sehingga massa bunga ternaungi dari cahaya matahari. Penutupan ini berfungsi untuk mempertahankan warna bunga supaya tetap putih. 

3.4.4. Pemupukan 

Selama masa pertumbuhan tanaman diberi pupuk susulan sebanyak 3 kali. 

1. Pupuk susulan I diberikan 7-10 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 75 kg/ha, SP-36 150 kg/ha dan KCl 75 kg/ha di sekeliling tanaman sejauh 10-15 cm dari batangnya lalu ditimbun tanah. 

2. Pupuk susulan II diberikan 20 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 75 kg/ha, SP-36 75 kg/ha dan KCl 150 kg/ha di larikan sejauh 20 cm dari batangnya lalu ditimbun tanah. 

3. Pupuk susulan III diberikan 30-35 hst terdiri atas ZA 150 kg/ha, Urea 100 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha di larikan sejauh 25 cm dari batangnya lalu ditimbun tanah. Bersamaan dengan pupuk susulan III tanaman disemprot dengan pupuk daun dengan N dan K tinggi. 

3.4.5. Pengairan dan Penyiraman 

Pengairan dilakukan secara rutin di pagi atau sore hari. Pada musim kemarau penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari terutama pada saat tanaman berada pada fase pertumbuhan awal dan pembentukan bunga. 

3.5. Hama dan Penyakit 

3.5.1. Hama 

1. Ulat Plutella (Plutella xylostella L.) 

Ulat yang berwarna hijau ini memakan permukaan daun bagian bawah dengan meninggalkan tulang-tulang daun sehinggn daun berlubang. 

2. Ulat Croci (Crocidolomia binotalis Zeller) 

Ulat berwarna hijau bergaris punggung hijau muda dan berwarna kuning di sisi perut. Akibat serangan ulat ini, massa bunga atau daun disekelilingnya menjadi bolong-bolong. 

3. Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) 

Ulat menyerang tanama kubis dengan cara memotong titik tumbuh atau pangkal batang tanaman sehingga tangkai daun atau batang rebah dan layu terutama di siang hari. 

4. Kutu daun (Aphis brassicae) 

Kutu daun menghisap cairan sel sehingga daun menguning dan massa bunga berbintik-bintik kotor. Biasanya, kutu ini hidup berkelompok di permukan bawah daun atau pada massa bunga. Serangan yang hebat biasanya terjadi di musim kemarau. 

5. Ulat jengkal (Trichoplusiana sp.) dan ulat grayak (Spodoptera sp.) 

Ulat jengkal berukuran 4 cm, hijau pucat dan berpita merah muda pada tiap sisi badannya sedangkan ulat grayak memiliki bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuning-kuningan pada sisinya. Keduanya menyerang daun pada musim kemarau sehingga daun rusak, bolong-bolong meninggalkan tulang daunnya saja. Ulat grayak menyerang tanaman beramai-ramai dalam satu kelompok besar. 

Pengendalian hama dilakukan dengan cara terpadu: melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman selain famili Cruciferae, menyebarkan mikroba yang menjadi musuh alami dan menggunakan pestisida baik yang biologis maupun kimiawi. 

3.5.2. Penyakit 

1. Busuk hitam 

Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris Dows. Penyakit ini bersifat tular benih (seed born) yang menyerang semua fase pertumbuhan kubis bunga. Infeksi di lapangan melalui bekas gigitan serangga atau luka. Gejala: terdapat bercak coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga maupun massa bunga. Batang dan massa bunga menjadi busuk sehingga tidak dapat dipanen. 

2. Busuk lunak 

Penyebab: bakteri Erwinia carotovora Holland. Penyakit ini menyebabkan busuk lunak pada tanaman di kebun dan pasca panen. Infeksi terjadi setelah busuk hitam melalui luka pada pangkal bunga yang hampir dipanen atau melalui akar yang terluka. Gelaja: busuknya batang atau pangkal bunga dengan tiba-tiba. 

3. Akar bengkak 

Penyebab: jamur Plasmodiophora brassicae Wor. Gejala: tanaman layu seperti kekurangan air dan segar kembali di malam hari, lama-lama pertumbuhan terhambat dan kerdil serta tidak bisa berbunga. Selain akar tanaman membengkak terlihat pula ada bercak hitam di akar tersebut. 

4. Bercak hitam 

Penyebab: jamur Alternaria sp. Penyakit tular benih ini menyerang daun dan bagian tanaman lainnya. Gejala: daun menjadi berbercak coklat muda atau tua bergaris konsentris. Pada akar, batang dan tangkai terdapat bercak bergaris berwarna kehitam-hitaman. 

5. Semai roboh (damping off) 

Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. dan Phytium sp. Penyakit ini biasanya menyerang persemaian menyebabkan busuknya pangkal batang. Pengendalian: dapat dilakukan dengan melakukan bibit yang bebas penyakit, merendam benih di air panas (50 derajat C) atau di dalam fungisida/bakterisida selama 15 menit, sanitasi kebun, rotasi tanaman, menanam kultivar tahan penyakit, menghindari tanaman dari kerusakan mekanis atau gigitan serangga, melakukan sterilisasi media semai atau lahan kebun (khusus untuk akar bengkak), pengapuran pada tanah masam dan mencabut tanaman yang telah terserang penyakit. 

Untuk mencegah serangan hama dan penyakit, penyemprotan pestisida telah dilakukan walaupun belum ada gejala serangan. Penyemprotan dilakukan setiap 2 minggu. 

3.6. Panen 

3.6.1. Ciri dan Umur Panen 

Pemanenan dilakukan saat massa bunga mencapai ukuran maksimal dan mampat. Umur panen antara 55-100 hari tergantung dari kultivar. 

3.6.2. Cara Panen 

Sebaiknya panen dilakukan di pagi atau sore hari dengan cara memotong tangkai bunga bersama sebagian batang dan daunnya sepanjang 25 cm. 

3.6.3. Perkiraan Produksi 

Hasil panen per hektar antara 15-40 ton tergantung dari kultivar, populasi tanaman dan pemeliharaan. 

3.7. Pascapanen 

3.7.1. Pengumpulan 

Setelah bunga kubis dipanen, hasil panen disimpan di tempat yang teduh untuk dilakukan sortasi. 

3.7.2. Penyortiran 

Sortasi dilakukan berdasarkan diameter kepala bunga yang dibagi menjadi 4 kelas yaitu > 30 cm, 25-30 cm, 20-25 cm dan 15-20 cm. 

3.7.3. Penyimpanan 

Penyimpanan terbaik di ruang gelap pada temperatur 20 derajat C, kelembaban 75-85% atau kamar dingin dengan temperatur 4.4 derajat C dengan kelembaban 85-95%. Pada ruangan-ruangan tersebut kubis akan tetap segar selama 2-3 minggu. 

3.7.4. Pengemasan dan Pengangkutan 

Pengemasan dilakukan dalam peti kayu dengan kapasitas 25-30 kg. Untuk transportasi jarak jauh, sertakan kira-kira 6 helai daun dan daun yang berada di atas massa bunga dipatahkan untuk menutupi bunga. Untuk transportasi jarak dekat ujung-ujung daun dipotong. 


IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN 

4.1. Gambaran Peluang Agribisnis 

Di Indonesia, kubis bunga termasuk salah satu sayuran yang dikonsumsi oleh kalangan terbatas karena harganya yang relatif lebih tinggi daripada sayuran lainnya. Budi daya tanaman kubis bunga dalam skala yang lebih besar agaknya cukup menjanjikan mengingat saat ini Indonesia sudah mengekspor bunga kol ke Hongkong, Jepang, Singapura dan Brunei. 

Nilai gizi yang dikandung kubis bunga dapat dikatakan istimewa terutama kandungan mineralnya. Dengan demikian sayuran ini dapat menarik perhatian konsumen terutama dari kalangan menengah atas yang telah sadar akan arti kualitas makanan. 

 Daftar Pustaka 

1. Rahmat Rukmana, Ir. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 

2. Williams, C.N., J.O. Uzo, & W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gajah Mada University Press. Diterjemahkan oleh Ronoprawiro, S. & Tjitrosoepomo, G. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar