1. Insektisida nabati adalah ekstrak tanaman yang mempunyai sifat-sifat insektisida. Azadirachtin yang diekstrak dari daun dan biji mimba (Azadirachta indica) merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif insektisida. Azadirachtin berperan sebagai penghambat pertumbuhan dan proses metamorfosis, penghalang kegiatan makan, penolak kehadiran serangga (repellent), dan pemandul serangga (sterillant) (Shetlar dan Hale, 2008). Insektisida nabati dengan bahan aktif azadirachtin efektif terhadap ulat grayak. Serbuk biji mimba (50 g/l air) mampu mematikan ulat instar III sebesar 67% - 83% (Indiati, 2009; Koswanudin, 2002). Insektisida ini memiliki sifat, antara lain persistensinya singkat sehingga diperlukan aplikasi berulang agar mencapai keefektifan maksimal (Indiati, 2009).
2. Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, bersifat aerobik, dan membentuk spora. Bakteri ini mengandung protein kristal (δ-endotoksin) dalam inclusion body yang menyebabkan paralysis pada usus sehingga serangga berhenti makan dan mengakibatkan kematian (Bahagiawati, 2002). Bt var kustaki mudah diproduksi dan efektif terhadap ulat grayak. Nilai LC50 dalam waktu 72 jam untuk ulat instar III sebesar 259,895 ppm (Nurramdhan, 2005). Bt memiliki daya racun rendah, residu rendah, degradasi lambat, dan aktivitas kontak terbatas. Keberhasilan Bt bergantung pada kegiatan monitoring dan aplikasi bila serangga dalam siklus hidup yang rentan (Williamson, 1999).
3. Metarhizium anisopliae adalah cendawan patogen pada berbagai jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah. Cendawan ini memiliki kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan tidak mengakibatkan resistensi (Hall, 1973). Spora (disebut juga konidia) yang kontak dengan tubuh serangga inang akan berkecambah kemudian mempenetrasi kutikula dan berkembang dalam tubuh serangga yang mengakibatkan kematian. Pengaruh mematikan ini dibantu oleh racun yang disebut destruxin. Kutikula ulat mati mengeras seperti mumi dan tumbuh spora berwarna putih yang kemudian menjadi hijau bila kelembaban cukup tinggi (Wikipedia, 2009). Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak dan efektif terhadap ulat grayak. Konidia dengan konsentrasi 107/ml yang diaplikaskan satu kali mampu mematikan ulat grayak hingga 40% sedangkan yang diaplikasikan tiga kali meningkat menjadi 83% (Prayogo et al., 2005).
4. Nomuraea rileyi adalah cendawan patogen pada berbagai jenis serangga. Spora cendawan ini menempel pada tubuh serangga kemudian berkecambah dan mempenetrasi dinding tubuh. Di dalam tubuh ulat, cendawan ini merusak jaringan dengan menggunakan mikotoksin yang dihasilkannya. Akibatnya, metabolisme ulat terganggu, aktivitas makan menurun, dan akhirnya mati dengan tubuh seperti mumi. Sporulasi cendawan dimulai 1-2 hari setelah ulat mati (Deacon, 1983). Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak dan efektif terhadap ulat grayak. Aplikasi dilakukan melalui penyemprotan spora dengan dosis 500 l/ha. Nilai LC50 cendawan ini untuk ulat grayak instar IIIsebesar 1,471 x 106 spora/ml (Suparjiyem et al., 2006).
5. Steinernema dan Heterorhabditis adalah nematoda yang mampu menginfeksi berbagai jenis serangga karena masing-masing bersimbiosis-mutualistik dengan bakteri patogen Xenorhabdatus dan Photorhabdusdalam saluran pencernakan (Kaya dan Gaugler, 1993). Stadia instar III yang disebut juvenil infektif (JI) hidup bebas di dalam tanah, masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang mulut, anus, atau spirakel dan membran antar ruas integumen (U Mass Extension, 2000) Di dalam rongga tubuh serangga, JI melepaskan bakteri simbionnya. Bakteri memperbanyak diri, membunuh serangga melalui proses peracunan darah serangga (septicaemia) dan menyediakan kondisi lingkungan hidup yang sesuai bagi pertumbuhan dan reproduksi nematoda. Setelah 1-2 minggu, JI baru yang terbentuk meninggalkan tubuh serangga mati dan mencari inang baru.Steinernema dan Heterorhabditis efektif terhadap ulat grayak. Pada dosis 500 JI/ekor ulat, kedua jenis nematoda tersebut mampu mematikan ulat grayak 98% (Chaerani dan Suryadi, 1999). Nematoda diaplikasikan di lapang dengan dosis 109 JI/ha (Biogen, 2004).
6. NPV (nuclear-polyhedrosis virus) adalah virus patogen serangga berbentuk batang dan terdapat di dalam inclusion body yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak, terdapat di dalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea. NPV memiliki sifat menguntungkan, antara lain: a) inangnya spesifik, b) tidak membahayakan musuh alami, manusia, dan lingkungan, (c) dapat mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida, dan (b) kompatibel dengan taktik PHT lainnya, termasuk insektisida kimiawi (Arifin et al., 1995).
7. Ulat grayak yang terinfeksi SlNPV (Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus) tampak berminyak, disertai dengan membran integumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut. Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada bagian tanaman. Bioinsektisida SlNPV dengan dosis 500 g/ha (setara dengan 1,5 x 1011 PIBs/ha) yang diaplikasikan dua kali dalam selang seminggu, masing-masing dengan dosis 250 g/ha, efektif terhadap ulatgrayak pada kedelai. Perlakuan SlNPV tersebut menurunkan populasi ulat 91% lebih rendah dan menyelamatkan kehilangan hasil 14% lebih tinggi daripada perlakuan insektisida (Arifin et al., 1995).
8. Feromon serangga adalah senyawa yang dihasilkan oleh serangga betina dan merupakan sarana komunikasi dengan serangga lain dari spesies sama. Feromon digunakan oleh serangga untuk daya tarik seksual, berkumpul, berpencar, peletakan telur, dan tanda peringatan. Khusus seks feromon, ada empat kegunaannya dalam program pengendalian hama, yakni sebagai bahan perangkap, monitoring penerbangan, deteksi dan monitoring populasi, serta pengganggu perkawinan bagi serangga jantan (Williamson, 1999). Umumnya senyawa ini tidak digunakan secara efektif untuk mengendalikan hama, tetapi digunakan sebagai bahan perangkap dalam kegiatan pemantauan populasi hama. Ilmuan telah mampu menganalisis kimia dari seks feromon dan memproduksinya secara sintetik di laboratorium (Suharto, 1996). Sebanyak tiga buah perangkap berisi seks feromon yang dipasang pada pertanaman kedelai umur 1-5 minggu mampu menarik ngengat ulat grayak sebanyak 417-615/ha (Chiu et al., 1993).
9. Faktor lingkungan, terutama sinar surya 290 hingga 400 nm, dapat menginaktivasi patogen serangga (bakteri, cendawan, virus, dan protozoa). Umur paruh berbagai tipe inokulum (konidia, spora, virion, dan toksin) yang disinari sinar surya tercapai dalam 1 jam untuk patogen serangga sensitif dan 96 jam untuk patogen serangga resisten (Ignoffo, 1992).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar